Chelsea mengawali musim ini tanpa ekspektasi yang tinggi. Faktor larangan transfer dan manager yang masih ‘hijau’ membuat The Blues tidak diunggulkan di awal musim. Ditambah kekalahan perdana 4-0 dari Manchester United, membuat fansnya tidak menuntut banyak. Namun hingga pekan ke-10 Chelsea bermain relatif stabil. Menang 6 kali, seri 2 kali dan kalah 2 kali membuat Chelsea bertengger di peringkat 4 dengan selisih 5 poin dari pemuncak klasemen Liverpool dan peringkat di bawahnya Arsenal (keduanya belum bermain saat analisis ini ditulis). Ekpekstasi yang rendah ini mungkin jadi motivasi Lampard berani memainkan pemain muda. Pemain-pemain lulusan akademi ini nyaris tampil tanpa tekanan dan sangat banyak membantu Lampard dalam memilih skuad di tiap pertandingan. Tidak terkecuali waktu lawan Burnley tadi malam, Chelsea tampil dengan kombinasi pemain yang berbeda dari pekan lalu.
Formasi dan Skema Bermain
Burnley bermain seperti biasa menggunakan formasi 4-4-2. Dengan gaya bermain khas Inggris ortodoks, tim besutan Sean Dyche ini mengandalkan kekuatan fisik dan bola udara sebagai outlet serangannya. Pun begitu, Burnley terkenal dengan strukturnya yang rapi. Dengan taktik ini, Burnley tidak hanya mengharapkan menang dalam duel udara, namun memenangkan 2nd ball karena pemainnya berada di dekat bola. Pertahanannya jika tidak bisa dibilang bagus, penerapan skemanya termasuk yang rapi. Menggunakan “2 banks of 4” yang rapat membuat area bermain mengecil agar duel 2nd ball bisa dimenangkan. Namun Burnley kehilangan Chris Wood, tumpuan serangan sekaligus top skor bersama Ashley Barnes yang di pertandingan ini banyak membuang peluang (xG 1,75 berbanding 0 gol).
Sementara Chelsea melakukan sedikit perubahan dengan memainkan Christian Pulisic menggantikan Hudson Odoi. Kovacic juga bermain sejak awal setelah di pertandingan melawan Ajax dan Newcastle bermain sangat baik. Di pertandingan ini pun Kovacic kerap melakukan decoy/turun untuk memancing pressing lawan dan tidak ragu untuk mengeliminasinya. Seperti yang dilakukannya di menit ke-36, dua striker dan 2 midfielder Burnley dilewatinya dengan mudah. Hal ini akan membuat disorganisasi blok tengah Burnley.
Chelsea Build Up
Di fase pertama melawan Burnley yang melakukan high pressing saat goal kick, Chelsea tidak banyak melakukan short build up. Bola lebih sering diumpan jauh ke depan memanfaatkan keunggulan pemain di tengah (4-3-3 vs 4-4-2). Jika kiper melakukan umpan pendek pun akan dilakukan umpan jauh oleh centerback. Namun Kovacic akan turun untuk menarik pemain tengah lawan untuk melakukan pressing juga. Hal ini akan membuat jarak antar pemain Burnley renggang.
Memancing Lawan untuk Melakukan Pressing/Attrack Pressure
Memancing lawan untuk melakukan pressing dilakukan oleh Chelsea agar kerapatan pertahanan Burnley merenggang. Dengan turun ke belakang dan memainkan bola-bola tanggung, Burnley akan terpancing untuk melakukan pressing. Hal ini diperkuat dengan keunggulan Chelsea di menit ke-21. Burnley mau tidak mau harus melakukan pressing untuk menghindari Chelsea menurunkan tempo dan membuang waktu karena dalam posisi tertinggal. Hal yang sering dilakukan Chelsea adalah Salida Lavolpiana (midfielder turun sejajar dengan bek) untuk mendistribusikan bola dan merespon pressing lawan dengan menciptakan situasi jumlah yang berimbang atau lebih.
Hal ini juga dilakukan di babak kedua dimana Burnley menerapkan pressing yang lebih agresif. Tidak hanya Kovacic, Pulisic juga turun untuk memecah pressing Burnley. Begitu pressing berhasil dieliminasi, bek Burnley akan terekspos karena jarak antara pemain tengah dan bek merenggang.
Menjaga Lebar Permainan/Maintain The Width
Seperti dijabarkan di awal jika Burnley bermain dengan 2 blok kompak yang selalu rapat. Akan sulit ditembus dengan passing-passing vertikal tanpa adanya penetrasi untuk melakukan disorganisasi seperti yang dilakukan Kovacic tadi. Selain dengan taktik tersebut Chelsea kerap mempertahankan lebarnya lapangan dengan pemain yang stay wide. Tujuannya untuk melakukan stretch terhadap pertahanan Burnley yang rapat. Dengan adanya pemain yang selalu melebar, pertahanan Burnley akan terpecah dan harus bergeser saat bola diubah arah serangannya (switch play). Saat bergeser ini pertahanan rentan disorganisasi.
Gol Wilian juga berasal dari situasi yang sama. Wilian stay wide dan tidak termarking. Hingga menerima bola pun Willian masih berada di sayap.
Pulisic
Pulisic menjadi man of the match dengan 3 golnya. Pemain yang punya energi tidak hanya dalam menyerang namun bertahan. Hal yang paling menonjol di pertandingan kemarin adalah seringnya pemain berkebangsaan Amerika Serikat ini melakukan diagonal run. Saat bergerak dari sayap kiri, fullback kanan akan menjaganya, namun saat bergerak diagonal hingga ke arah kanan, permain bertahan harus menentukan siapa yang menjaga. Pergerakan ini menyulitkan lawan dan rentan membuat disorganisasi pertahanan.
Mobilitasnya yang tinggi dan intruksi Lampard yang ‘cair’ membuat Pulisic seolah berada dimana-mana. Seperti saat golnya terjadi, Pulisic mengawalinya dari tengah dan bergerak ke kanan.
Kesimpulan
Hingga menit ke-79, Chelsea masih konstan mencatatkan peluang yang bisa dilihat lewat statistik xG di bawah. Hal ini menunjukkan positifnya skuad Frank Lampard hingga menit akhir dalam menyerang. 6 hingga 7 pemain masih berada di sepertiga lapangan Burnley untuk menyerang. Hal ini membuat Burnley mampu mencetak gol hiburan lewat situasi transisi meski kedua golnya memang sulit diatasi. Gol pertama khususnya, tanpa gangguan yang berarti.
Lampard sukses membawa pasukan muda Chelsea bersaing dengan tim empat besar lainnya di EPL. Pemain-pemain muda nyatanya memberikan Lampard kemudahan dalam melakukan ‘man management’ dengan melakukan bongkar pasang pemain tanpa adanya masalah. Hal ini berdampak positif bagi Chelsea yang bermain di Champions League juga. Memberikan jam terbang yang banyak akan menambah pengalaman dan dijadikan aset yang bisa bertahan lama untuk klub.
mantab coach