Chelsea berhasil meraih kemenangan krusial atas salah satu rival tradisionalnya, Leeds United. Sempat tertinggal lewat gol Patrick Bamford di awal laga, Chelsea kemudian menyamakan skor lewat sontekan Olivier Giroud, berbalik unggul lewat sundulan Kurt Zouma, dan mengunci kemenangan lewat gol Christian Pulisic di penghujung pertandingan.
Kemenangan tersebut membawa Chelsea ke puncak klasemen sementara sebelum Liverpool dan Spurs bermain keesokan harinya. Chelsea juga meneruskan tren positif tidak terkalahkan di 16 pertandingan terakhir.
Chelsea memenangkan pertandingan dengan impresif. Selain bisa mengeksploitasi pertahanan Leeds, Chelsea juga membatasi permainan tim asal Yorkshire tersebut. Kemenangan diraih Chelsea lewat kontrol penuh di hampir semua fase permainan.
Line-up
Kedua pelatih, Frank Lampard dan Marcelo Bielsa menurunkan formasi andalan masing-masing, yaitu 1-4-3-3. Lampard yang sudah melakukan rotasi di laga Liga Champions tengah pekan turun dengan skuat terbaiknya. Hal serupa juga dilakukan oleh Bielsa yang tidak melakukan perubahan dari line-up ketika mengalahkan Everton di pekan sebelumnya.
Di kubu Chelsea, Giroud yang tampil impresif dengan empat gol ketika mengalahkan Sevilla mendapat kesempatan bermain dari menit pertama. Giroud memimpin lini depan bersama Hakim Ziyech dan Timo Werner di kedua sisi. Di lini tengah, Kai Havertz kembali tampil dari menit awal setelah pulih dari Covid-19. Gelandang Jerman tersebut berduet bersama Masoun Mount sebagai No. 8 di depan N’Golo Kante.
Leeds memainkan susunan sebelas awal yang sama seperti ketika mengalahkan Everton. Stuart Dallas, yang awal musim banyak bermain sebagai fullback, kembali bermain di lini tengah untuk memberikan opsi rotasi yang baik di area luar dengan pergerakan underlap-nya. Ia akan disokong oleh Raphinha dan Harrison di sisi terluar untuk menjaga width sekaligus memberikan ancaman dalam situasi 1v1.

Chelsea vs man to man Leeds
Hal pertama yang perlu dipikirkan ketika menghadapi pressing dengan orientasi man to man Leeds adalah bagaimana memanipulasi penjagaan tersebut untuk menciptakan situasi pemain yang free. Hal ini tidak mudah mengingat Leeds termasuk salah satu tim dengan pressing paling efektif di Inggris. Catatan passes allowed per defensive actions (PPDA) yang dimiliki Leeds merupakan yang terbaik di liga. Secara rata-rata anak asuh Bielsa hanya ‘membiarkan’ lawan membuat 6,61 operan.

Dalam pertandingan tersebut Chelsea banyak memakai mekanisme third man run atau ‘orang ketiga’ untuk memanipulasi man to man Leeds. Pemain Chelsea juga banyak yang keluar dari posisi aslinya serta melakukan dribble untuk memanipulasi penjagaan lawan, menciptakan disorganisasi, dan membuka ruang untuk pemain bebas sebagai opsi progresi lanjutan.
Dribble merupakan salah satu cara umum membongkar pertahanan man marking. Menggiring bola ke arah gawang lawan memberikan tim tambahan progresi serangan, di mana bola makin mendekat ke gawang lawan, sekaligus memancing pemain bertahan untuk menekan dan meninggalkan penjagaannya. Di laga ini Chelsea 24 kali melakukan dribble. Hal tersebut sudah dilakukan sejak di area yang lebih rendah di mana Chelsea membangun serangan serta di area menjelang sepertiga akhir di mana Chelsea ada di fase penciptaan peluang. Dribble tidak hanya dilakukan di area sayap, tetapi juga area tengah dan half-space. Dari sini terlihat indikasi Chelsea melakukan dribble untuk memaksimalkan potensinya melawan penjagaan man to man.

Mekanisme membongkar man to man Leeds bukan hanya dribble. Dalam banyak kasus pemain Chelsea beberapa kali melakukan pergerakan tanpa bola untuk menarik lawan ke area tertentu dan menciptakan ruang di area tertentu. Misalnya, pergerakan striker yang turun ke ruang antarlini atau bergerak ke salah satu sisi untuk memancing bek tengah yang menjaganya dan menciptakan ruang untuk winger. Cara lain yang kerap dipakai adalah bek sayap Chelsea yang bermain melebar di area yang tinggi untuk menekan winger Leeds lebih ke bawah dan menciptakan area yang luas untuk konstruksi serangan di bawah.
Meski demikian hal ini tidak melulu berjalan mulus. Determinasi tinggi dari pemain Leeds membuat mereka bisa mengkompensasi kekurangan dari man to man marking yang coba dieksploitasi Chelsea. Dalam hal ini pemain akan tetap mengikuti lawan yang dijaganya walaupun ke luar area, sehingga opsi lawan pun semakin terbatas. Leeds juga memiliki prinsip man to man + 1 di lini belakang, di mana salah satu bek tengah (biasanya Cooper) akan menjadi pemain terakhir yang mengantisipasi ruang-ruang kosong tersebut.
Sebaliknya bagi Chelsea, terlalu terburu-buru dalam mengeksekusi mekanisme ini tanpa adanya staggering yang ideal untuk melakukan counterpress, bisa berujung pada momen transisi yang menguntungkan lawan. Hal tersebut terbukti pada gol Leeds yang dicetak Bamford. Berawal dari umpan Silva ke Ziyech untuk memanfaatkan ruang kosong yang diciptakan Giroud, Cooper sebagai pemain +1 di lini belakang Leeds mampu mengantisipasi bola kedua untuk memindahkan bola ke area yang underload. Leeds kemudian segera merancang serangan balik yang diakhiri umpan terobosan Kalvin Phillips kepada Bamford.

Opsi yang lebih aman dan cenderung menguntungkan bagi Chelsea adalah lewat mekanisme orang ketiga. Mekanisme ini banyak dilakukan ketika konstruksi serangan di area bawah oleh dua bek tengah, memanfaatkan situasi 2v1 atas penyerang lawan untuk eliminasi lini pressing pertama lawan. Setelah sirkulasi, biasanya bola diarahkan vertikal kepada salah satu No. 8 (Mount/Havertz) yang turun sedikit ke bawah, untuk kemudian memindahkan bola ke bek tengah yang free. Pemain No. 8 menjadi opsi ideal karena pemain yang menjaganya berada di samping. Preferensi man marking-nya berbeda dengan pemain No. 6 (Kante) yang dijaga dari depan lewat cover shadow, karena pemain yang menjaga No. 6 juga turut mempertahankan akses pressing ke bek tengah sebagai kompensasi penyerang yang kalah jumlah.
Celah bagi Chelsea untuk progresi adalah ketika pemain yang menjaga No. 6 (biasanya Klich) terpancing untuk press bek tengah pasca sirkulasi. Di situlah Kante bisa menjadi pemain free dengan mencari celah di luar cover shadow. Hal ini terlihat di proses sebelum gol penyama kedudukan. Setelah sirkulasi Zouma-Havertz-Silva berhasil mengeliminasi Bamford, Klich segera menekan bek tengah Brasil tersebut. Saat bersamaan, Kante naik untuk menciptakan situasi 2v1 bersama Havertz terhadap Phillips. Dengan ketenangannya Silva berhasil mengoper ke Havertz yang kemudian melanjutkan progresi serangan.

Kredit khusus juga patut diberikan kepada Kante yang cukup cerdik untuk menemukan separasi dari penjaganya. Kante kemudian bisa menjadi outlet serangan Chelsea di area tengah menuju penciptaan peluang. Kante bahkan berperan dalam proses penciptaan peluang Werner di babak kedua dan menghasilkan sepak pojok yang menjadi gol Zouma.
Respon Leeds untuk hal ini biasanya adalah Bamford yang mengisi pos Klich di lini tengah, sehingga Leeds terlihat seperti melakukan press dengan 4-4-2. Hal ini cukup banyak terlihat setelah gol Giroud dan membuat opsi Chelsea hanya kembali melakukan sirkulasi lateral antar bek tengah.
Mekanisme Leeds untuk progresi dan menciptakan peluang
Wide overload menjadi salah satu andalan Leeds dalam membongkar pertahanan lawan. Permainan satu sentuhan dikombinasikan dengan pergerakan tanpa bola memberikan Leeds progresi di salah satu sisi untuk kemudian menyelesaikannya di sisi lain.
Di pertandingan ini Leeds banyak memainkan mekanisme tersebut. Bola biasanya diarahkan dari kiper ke bek sayap. Meski bola yang datang bukan bola yang ‘enak’ untuk dikontrol, hal tersebut tidak masalah karena penerima akan menggunakan bola tersebut bukan untuk dikontrol, melainkan sebagai umpan untuk memancing lawan melakukan pressing. Ketika lawan datang menekan, artinya mereka keluar dari posisinya. Hal ini yang kemudian dieksploitasi lewat satu sentuhan tersebut untuk melanjutkan progresi serangan.
Di babak pertama, menghadapi pressing Chelsea dengan blok tinggi, Leeds banyak menggunakan area terluar (flank) untuk melakukan kombinasi tersebut. Dua gelandang No. 8 Leeds (Dallas-Klich) akan memberikan support untuk baik berupa opsi operan, pergerakan underlap, atau menciptakan overload di salah satu sisi sayap bersama fullback dan winger terdekat. Sementara di sisi sayap yang lain, winger dan fullback sisi jauh akan masuk ke kotak penalti sebagai sasaran umpan silang bersama dengan penyerang.
Menghadapi Chelsea, Leeds memiliki dua peluang dari situasi ini. Peluang didapat ketika Leeds berhasil menciptakan pemain free di sayap untuk mengirim umpan silang. Akan tetapi, back four Chelsea tampil disiplin untuk menjaga shape mereka sehingga pemain free yang mengirimkan umpan tersebut akan berada di posisi offside.

Di babak kedua, pendekatan Leeds sedikit berbeda karena Chelsea lebih banyak menekan dengan blok menengah 4-5-1. Dalam situasi ini mereka sulit untuk menciptakan overload di area luar seperti babak pertama. Leeds banyak menyerang lewat area dalam atau dengan melakukan switch ball secara cepat ke sisi jauh.
Secara umum mekanismenya masih sama, yaitu dengan dinamik dua No. 8 mereka. Leeds harus bisa memancing penjagaan lawan yang berorientasi zonal marking di blok menengah tersebut. Pergerakan yang biasa dipakai Leeds biasanya memancing salah satu winger untuk pressing bek tengah sebelum memindahkan bola ke area yang ditinggalkan winger tersebut. Secara umum di babak kedua Leeds cukup kesulitan untuk melakukan progresi seperti di babak pertama. Blok pressing Chelsea relatif memiliki kontrol yang lebih baik terhadap build-up serangan Leeds. Lebih lengkapnya akan dibahas di bagian selanjutnya.

Blok pressing Chelsea: Cegah bola ke bek sayap
Blok pressing yang digunakan Chelsea dalam banyak kasus sangat berorientasi kepada bagaimana mencegah Leeds melakukan wide overload tadi. Meski demikian, pendekatan yang dilakukan Chelsea relatif berbeda pada masing-masing babak.
Di babak pertama pressing tersebut sangat terlihat pada orientasi body shape dari penyerang dan sayap Chelsea. Ketika melakukan pressing terhadap lini pertama Leeds, pemain depan Chelsea cenderung mengarahkan Leeds ke area tengah atau ke sisi jauh. Hal tersebut bertujuan untuk mencegah bek tengah Leeds memberikan bola ke bek sayap terdekat dan mengarahkan mereka untuk memainkan bola ke tengah atau memaksa bola diagonal ke sisi jauh. Di area tersebut kemudian Chelsea mengeksekusi pressing trap-nya. Dampaknya cukup positif. Selain mencegah Leeds mendapatkan akses progresi, Chelsea justru beberapa kali mendapatkan peluang akibat kesalahan passing yang dilakukan oleh pemain belakang Leeds.

Di babak kedua, terutama setelah berbalik unggul, Chelsea bermain dengan blok yang lebih rendah dibandingkan babak pertama. Chelsea banyak bertahan dengan blok medium 4-5-1. Dengan menutup semua koridor vertikal, pemain Chelsea memiliki akses pressing yang lebih baik terhadap pemain lawan di sisi luar sehingga relatif lebih mudah dalam mengantisipasi wide overload Leeds. Hal ini terlihat dari dua pemain No. 8 mereka yang bisa melakukan pressing trap di masing-masing sisi dibantu dengan fullback dan winger (bahkan striker) yang melakukan backward press. Selain itu, winger Chelsea terutama di sisi kanan (Werner) banyak terlibat untuk membantu penyerang melakukan pressing terhadap bek tengah lawan. Agresivitas ini turut mengganggu build-up Leeds karena mereka kembali banyak kehilangan bola di momen ini seperti di babak pertama.

Leeds menjadi lebih sulit melakukan progresi di area yang lebih tinggi karena struktur Chelsea membuat mereka membutuhkan lebih banyak pemain untuk konstruksi di area yang lebih rendah. Dalam beberapa momen ketika berhasil progresi, mereka tidak mendapatkan situasi overload yang diinginkan karena justru kalah jumlah dari lawan. Momen tersebut yang kemudian menjadi pressing trap untuk dimanfaatkan Chelsea menciptakan situasi transisi.
Serangan cepat dan momen transisi hukum pertahanan Leeds
Momen kunci lainnya di babak kedua adalah banyaknya momen transisi yang diakibatkan oleh pressing Chelsea terhadap Leeds. Build-up Leeds yang cenderung ekspansif dengan melibatkan banyak pemain di area yang lebih tinggi justru menjadi bumerang karena struktur pressing Chelsea relatif bisa mengintersep progresi mereka.
Aktifnya dua No. 8 untuk menciptakan overload, ditambah dengan melebarnya dua fullback dan winger Leeds untuk merenggangkan blok Chelsea membuat Leeds cukup rentan diserang balik. Dalam banyak momen Leeds hanya menyisakan 2 bek tengah dan 1 gelandang No. 6.
Di sisi lain, Chelsea bisa memiliki 4-5 pemain untuk melakukan transisi serangan balik. Meski struktur bertahan cenderung flat, gelandang dan sayap Chelsea bisa menikmati ruang yang luas karena sedikitnya pemain lawan di belakang bola. Momen transisi semakin berbahaya ketika Chelsea bisa mengubah arah serangan ke sisi jauh dan mendapatkan support berupa overlap dari lini kedua.

Dalam beberapa kasus, pemain depan Leeds bisa ikut melakukan backward press untuk mencegah Chelsea memiliki progresi serangan lebih jauh. Akan tetapi hal tersebut tidak selalu bisa dilakukan, termasuk dalam proses gol terakhir yang berasal dari situasi tersebut.
Kesimpulan
Chelsea berhasil menjadi pemenang di laga kali ini. Meski penampilan Leeds tidak buruk-buruk amat, Chelsea lebih efektif dalam menciptakan peluang di samping membatasi permainan lawan. Chelsea bahkan bisa saja menang dengan margin skor lebih besar andai Timo Werner bisa memanfaatkan beberapa peluang emas. Nilai xG Chelsea di laga kali ini bahkan menjadi catatan tertinggi yang diraih suatu tim dalam satu pertandingan pada musim ini.