EPL musim 2019/2020 diisi oleh manager dari berbagai negara mulai dari Inggris sendiri (8 klub), Spanyol (3), Portugal (2), Jerman (2), Argentina, Norwegia, Chile, Irlandia Utara dan Austria. Kedatangan manager dari kultur sepakbola yang berbeda ini memperkaya taktik dan strategi klub di lapangan. Hal ini diamini secara positif oleh Gareth Southgate yang merasa kehadiran manager-manager luar membantunya dalam mengadopsi taktik untuk timnas Inggris. Meski tidak semenarik City-nya Pep Guardiola, namun Southgate mengakui jika dia mengadopsi dan ‘memperlakukan’ pemainnya seperti di klub. Hasilnya Inggris mampu melaju ke semifinal Piala Dunia 2018.
Variasi Taktik
Minggu lalu Wolverhampton Wanderes mampu menang di Etihad dengan skor 0-2 hanya dengan 23% penguasaan bola. Nuno sejak menukangi Wolves konsisten menggunakan formasi dasar 3 bek. Taktik dasar yang digunakan Nuno ini (terutama dalam bertahan) memang beberapa kali diadopsi tim lain saat melawan City. Tidak terkecuali Mourinho dengan Manchester United, Eddie Howe dengan Bournemouth dan Sean Dyche dari Burnley. Penggunaan 3 bek yang menjadi 5 (3 centerback + 2 wingback) dilakukan guna menutup celah yang ditinggalkan fullback saat harus menutup winger City yang memulai pergerakannya dari flank.


Meski Manchester United, Bournemouth dan Burnley menerapkan skema yang sama (3 bek), namun mekanismenya berbeda. Mourinho & Eddie Howe memilih langsung menggunakan 3 center back sementara Burnley menggunakan pemain yang berperan ganda, yaitu Hendrick yang bisa menjadi sayap kanan saat menyerang dan sebagai wing back kanan saat harus bertahan agar menjadi 5 bek. Namun formasi dasar mereka adalah 4-4-2 seperti tampak dalam simulasi di bawah.

Pemain Peran Ganda yang Situasional dan Tetap
Di atas adalah contoh penggunaan pemain yang memiliki peran ganda. Namun taktik ini hanya situasional, lebih karena reaktif untuk meredam City. Lawan klub lain, Burnley lebih banyak bermain dengan 4-4-2. Sementara di musim ini, ada Sheffield United yang konsisten menggunakan taktik persilangan skema 3 bek dan 4 bek (hybrid) dengan overlapping center back. Perbedaan pemain yang mampu berperan ganda dari Sheffield United dan Burnley adalah di penerapan taktiknya yang konsisten. Overlapping center back ini sudah digunakan manajer the Blades, Chris Wilder bahkan sebelum masuk ke Premier League. Mekanismenya sudah pernah dibahas di artikel ini.
Chris Basham dan Jack O’Connell di Sheffield United
Chris Basham dan Jack O’Connell adalah contoh pemain berperan ganda yang digunakan dalam skema hybrid. Dua pemain ini sejatinya adalah centerback, yang diberi lisensi menyerang saat bola berada di sisi mereka selayaknya fullback. Misal menyerang dari kiri, O’Connell akan overlap menjadi fullback dan Basham tetap menjadi centerback, vice versa. Mekanisme ini akan membuat Sheffield United menyerang dengan lebih banyak pemain di depan, terutama sayap. Tujuannya memang untuk overload (menang jumlah) di koridor sayap/flank. Memasang centerback yang overlap ini pada prakteknya juga mengelabui lawan yang tidak aware dengan pergerakannya. Di awal musim, sering terlihat lawan tidak aware akan kehadiran O’Connell atau Basham yang tiba-tiba lari ke flank untuk melakukan overload.



Namun saat bertahan, posisi mereka kembali mengapit center back yang tidak melakukan overlap, di pertandingan lawan Everton, John Egan. Sebagai pembanding, Wolves yang memakai pakem 3 bek, semua centerbacknya tetap di belakang saat tim menyerang. Ketiganya, baik Ryan Bennett, Willy Boly, Connor Coady hanya naik maksimal di garis tengah lapangan.

Antonio Conte dan Kendala Skema 3 bek

Mungkin pembaca akan sedikit mengingat Antonio Conte saat melihat skema di atas. Nyatanya berbeda, Conte menggunakan Azpilicueta sebagai centerback sisi kanan sementara di kiri Gary Cahill. Lisensi untuk menyerang diberikan hanya untuk kapten kesebelasan Chelsea ini, sementara Cahill yang sudah pindah ke Sheffield United juga, tetap menjadi center back. Kendala yang dialami Conte adalah saat build up serangan awal dimana terlalu banyak pemain di belakang. 3 Centerback dan 2 DM terlalu banyak untuk lawan yang tidak melakukan high press dengan banyak pemain. Untuk itu Conte menggunakan Azpilicueta. Permasalahannya ketika menyerang dari kiri, Cahill tidak punya kemampuan menyerang seperti pemain yang kini kembali mengisi pos di fullback kanan ini.
Apa yang membuat skema Conte tidak bisa melakukan hal yang sama dengan skema Wilder adalah profil pemainnya. Basham di kanan memiliki kemampuan passing yang baik selain tugas utamanya yaitu untuk bertahan. Di kiri, O’Connell memiliki kemampuan dribbling yang baik. Sebagai centerback O’Connell mencatatkan 0.3 dribbles per game. Sebagai pembanding, Tammy Abraham dan Jordan Henderson memiliki rerata yang sama. Dengan mekanisme bermain di atas juga menuntut pemain memiliki mobilitas dan stamina yang tinggi. Basham meski sudah berumur 31 tahun dan O’Connell 25 tahun, keduanya sama-sama mencatatkan 40 lebih pertandingan musim lalu di Championship. Sementara musim ini selalu jadi starter (8x).
Kesimpulan
Berbicara pemain yang serbabisa (versatile) atau memiliki peran ganda maka akan kita temukan banyak pemain. Nama-nama yang lebih beken seperti James Milner, John O’Shea, adalah sedikit contohnya. Perbedaannya adalah kemampuan manager untuk mengakomodasi pemain yang serbabisa ini ke dalam skema bermain atau taktiknya. Hal ini yang membedakan perlakuan Chris Wilder terhadap pemain-pemain ini dengan manager lain yang sifatnya lebih situasional. The Blades musim ini (hingga pekan ke-8) bercokol di peringkat 13. Namun catatan bertahannya layak diperhitungkan. The Blades hanya kebobolan 7, terbaik kedua bersama Leicester di bawah Liverpool yang kebobolan 6. Jika melihat pertandingan lawan Everton kemarin, tim yang bermarkas di Bramall Lane ini bermain sangat pragmatis cenderung bertahan total. Namun dengan overlapping center back, mereka mampu menyayat sisi sayap lawan yang tidak siap dalam bertahannya.