Leicester mencatatkan kemenangan beruntun ke-4 di EPL atas Arsenal tadi malam. Tim besutan Brendan Rodgers itu kini dianggap sebagai calon penghuni 4 besar. Tidak berlebihan rasanya jika melihat performa apik Leicester di awal musim. Hingga pekan ke-12, Leicester menjadi tim yang punya rekor kebobolan paling baik di EPL dengan hanya kebobolan 8 gol, lebih baik 1 gol dari Liverpool dan Sheffield United. Sementara dengan kekalahan ini, nada miring mulai lantang didengungkan untuk Unai Emery. Arsenal belum memperoleh kemenangan dari 4 laga terakhirnya di EPL.
Formasi
Leicester memainkan formasi pakemnya, 4-1-4-1/4-3-3 dengan susunan pemain yang tidak banyak berubah. 4 bek diproteksi oleh Wilfried Ndidi, sementara Maddison dan Tielemans menjadi outlet penghubung fase build up Leicester ke fase kedua (pelajari mengenai phase of play disini). Perez dan Harvey Barnes bermain sebagai inside forward yang bisa stay di flank atau cut inside. Sementara Arsenal memainkan formasi 3 bek dengan komposisi Rob Holding-David Luiz-Calum Chambers. Hingga pekan ke-12, Emery banyak melakukan percobaan variasi skema bermain termasuk di pertandingan ini yang menggunakan 3 bek. Di depan, trio Aubameyang dan Lacazette mengapit Ozil yang bermain sebagai no. 10
Fase 1 (Build Up) Arsenal – Boros & “Shaky” Build Up
Arsenal melakukan build up dengan skema 3 bek di belakang dan wingback melebar untuk memperbesar area bermain. Tercatat hanya di menit ’34 proses bangun serangan dari bawah Arsenal berhasil hingga melewati 2 pressing line Leicester. Kendala Arsenal dalam melakukan build up adalah terlalu boros pemain di belakang. 3 bek hanya menghadapi 1 striker, Jamie Vardy. Akibatnya Arsenal kehilangan opsi ketika sudah melewati Vardy. Posisi yang bertubrukan juga kerap terjadi, hal ini membuat progresi yang dilakukan tidak efektif.
Dalam melakukan build up pemain Arsenal juga nampak tidak nyaman dengan bola. Akibatnya umpan ataupun kontrol bola kerap lepas. Pun begitu, kombinasi umpan pendek Arsenal saat Leicester melakukan transisi di babak pertama mampu mengancam gawang Schmeichel. Situasi transisi inilah yang diharapkan Emery dapat dikapitalisasi menjadi gol dengan bermain medium blok yang kompak dan menyerang lawan saat transisi.
Fase Pertama – Eliminasi 1st Line Pressing Arsenal dengan Ball Playing Defender
Di awal babak Arsenal sempat memainkan blok yang tinggi namun kemudian menurunkan bloknya hingga babak pertama berakhir. Taktik Emery dengan memainkan blok medium adalah untuk menghukum Leicester dengan serangan balik seperti yang terjadi di menit ke-13. Dengan tidak mengaplikasikan blok yang tinggi, Arsenal melakukan positional pressing atau pressing dengan pemosisian pemain. Aubameyang dan Lacazette tidak banyak melakukan pressing kepada pembawa bola, yang dilakukannya adalah screening/pressing akses ke fullback. Sementara Ozil melakukan cover shadow terhadap Ndidi.
Namun permasalahan Arsenal ada 1st line pressing yang mudah untuk dieliminasi. Auba-Laca-Ozil tidak mampu mengganggu duet Evans dan Soyuncu. Tidak ada mekanisme disturbing lalu menekan. Adalah kemampuan duet ball playing defender yang juga membuat Leicester nyaman dalam membangun serangan di fase pertama. Evans maupun Soyuncu beberapa kali melakukan penetrasi untuk eliminasi 1st line pressing Arsenal tanpa gangguan yang berarti.
Variasi Taktik di Fase Kedua
Dari cuplikan gambar pertandingan di atas, terlihat juga mekanisme Leicester dalam membongkar pressing Arsenal ini. Maddison dan Tielemans kerap bergantian melakukan decoy (turun untuk memancing) Torreira atau Guendouzi agar keluar dari zonanya. Ini dilakukan untuk membebaskan area ruang antar lini (kotak putih) yang bisa dieksploitasi oleh Harvey Barnes/Perez dengan cut inside. Mekanisme cut inside ini akan membingungkan wingback Arsenal (Bellerin/Kolasinac) dalam melakukan marking. Karena di saat bersamaan, Chilwell atau Ricardo (fullback) akan overlap. Sementara, Auba atau Lacazette tidak/terlambat dalam melakukan trackback. Emery memang membiarkan Aubameyang/Lacazette untuk tidak melakukan trackback dengan tujuan melakukan counter dari ruang yang ditinggalkan Chilwell/Ricardo Pereira. Namun Leicester merespon dengan menarik Tielemans atau Maddison untuk melakukan cover di belakang.
Overlapping yang dilakukan fullback ini kerap membikin kejutan 2nd line pressing Arsenal sehingga sering lepas dan membuat disorganisasi pertahanan Arsenal yang kompak. Seperti cuplikan gambar pertandingan di bawah yang menghasilkan peluang. Juga di menit ke-46 hasil dari penetrasi dan kerjasama Ricardo dan Perez yang berakhir membentur mistar gawang.
Fase Ketiga – Late Run dan Eksploitasi Ruang di Depan Bek
Leicester secara konsisten menyerang ruang di depan bek dan membuahkan hasil dengan gol yang memanfaatkan ruang ini. Late run pemain dari lini kedua kerap menyulitkan Arsenal. Menumpuk 3 bek di belakang menyisakan masalah di koordinasi antar pemain. Siapa yang harus mengambil bola dan siapa yang harus menutup ruang.
Kesimpulan
Komposisi pemain Arsenal musim ini bisa dibilang mentereng namun sangat kehilangan pemain yang bisa mengontrol ruang antar lini dengan baik. Jika dibandingkan dengan lawannya, di Leicester ada Ndidi yang mempertahankan daerahnya dengan kerap memaksa lawan bergerak ke sayap. Hal ini membuat Leicester yang meski rentan terhadap serangan balik tetap mampu melakukan delay.
Brendan Rodgers memiliki kualitas pemain berteknik tinggidi Maddison dan Tielemans yang menunjang variasi taktiknya dalam masuk ke sepertiga akhir area lawan. Duet Evans dan Soyuncu sangat nyaman dalam melakukan build up. Dua pemain ini juga kerap mengeliminasi 1st line pressing Arsenal dengan penetrasi. Ketidakmampuan lini depan Arsenal dalam melakukan gangguan juga mempermudah tugas kedua pemain dalam melakukan build up.